Bacaan
Alkitab: Amsal 24:30-34
24:30
Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal
budi.
24:31
Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan
temboknya sudah roboh.
24:32
Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu
pelajaran.
24:33 "Tidur sebentar lagi,
mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal
berbaring,"
24:34 maka datanglah kemiskinan
seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.
Seorang pengajar dari Universitas Calgary di
Alberta memerlukan waktu 5 tahun untuk mempelajari sikap menunda ini.
Iamelaporkan bahwa 95% dari kita sukamenunda satu atau dua hal. Suatu
penelitian menunjukan bahwa orang-orang Amerika kehilangan kira-kira 400
jutadollar setahun karena menunda pengisian formulis pajak.
Seorang petani tua selama
bertahun-tahun terpaksa membajak di sekeliling sebuah batu besar di salah satu
petak sawahnya. Batu itu telah mematahkan beberapa mata bajak dan sebuah
cangkul miliknya. Semakin hari batu itu makin menyusahkan pak tani. Satu hari
setelah mata bajaknya kembali patah, dan teringat akan berbagai kesulitan yang
telah ditimbulkan batu itu selama ini, akhirnya ia memutuskan melakukan sesuatu.
Ia menancapkan linggis ke dasar batu itu, dan betapa terkejutnya karena
ternyata tebal batu itu hanya sekitar 30 cm. Dengan menggunakan palu besar, batu itu pun
dihancurkan. W Petani
itu tersenyum, malu pada diri sendiri. “Seharusnya aku dapat mengatasi batu ini
dengan segera, sehingga aku pun tak perlu bersusah-susah sampai
bertahun-tahun.”
Ada sebuah kisah menarik yang diceritakan oleh Billy
Graham dalam bukunya yang berjudul “Just The way I Am”, yaitu ketika ia bertemu
dengan presiden Amerika Serikat John F. kennedy dalam sebuah acara breakfast.
Setelah acara breakfast selesai, presiden Kennedy sempat minta Billy Graham
untuk mampir sebentar ke Gedung Putih karena ada masalah yang hendak ia
bicarakan kepadanya. Karena waktu itu Billy Graham sedang tidak enak badan, ia
menolak dengan halus, “Kita masih ada kesempatan untuk bertemu lagi”. Pada
kenyataannya, itulah pertemuan terakhir Billy Graham dengan presiden Kennedy
karena tak lama sesudah itu, presiden Kennedy mati dibunuh. Sebuah penyesalan
yang sebenarnya tidak perlu terjadi andai waktu itu Billy Graham menyediakan
waktu untuk presiden Kennedy.
Ada seorang pemuda yang malas. Setiap hari kerjaannya hanya mengurung diri di kamar. Dia merupakan anak
orang kaya. Bahkan untuk
makanan pun selalu di antarkan
oleh asisten rumah tangga ke kamarnya.
Suatu malam dia mendengar
teriakan orang tuanya untuk segera turun dari kamar atasnya. Namun karena
kemalasannya, ia pun hanya berteriak,
“Nanti saja! 5 menit lagi!“. Kini
tak hanya suara orang tuanya yang ia dengar, namun juga para asistenya yang
turut memanggilnya untuk segera
turun. Lagi-lagi dia hanya
menjawab, “Sudah kubilang nanti saja! 5 menit lagi!“.
Tidak lama kemudian dia merasa
udara di dalam kamarnya menjadi panas. Dia pun mengambil remote AC dan segera
mendinginkan kamarnya.
Usahanya pun sia-sia. Tiba-tiba
listrik padam dan dia pun kebingungan. Lidah-lidah api mulai menerobos kamarnya
dan dia tidak mempunyai
kesempatan untuk menyelamatkan
diri.
Seandainya saja dia mau mendengarkan
saran orang lain dan tidak menunda waktu, pastilah kehidupan itu masih ada
padanya. Dia telah menukar
nyawanya dengan waktu yang ia
buang dengan sia-sia.
Kita semua pasti pernah mengalami
rasa malas sehingga tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini
merupakan kondisi emosi umum yang menghambat seseorang untuk bertindak. Ketika
Anda malas, Anda sebenarnya tahu bahwa Anda harus mengerjakannya, tetapi Anda
tidak mengerjakannya juga.
Frank
J. Bruno dalam bukunya “Stop Procrastinating” membagi penundaan menjadi lima
macam.
1.
Yang
pertama adalah penundaan fungsional, yaitu menunda karena sebab-sebab yang bisa
dipertanggungjawabkan. Contohnya adalah Anda menunda karena adanya skala
prioritas sehingga Anda perlu mendahulukan pekerjaan yang lebih penting dan
mendesak. Mungkin juga Anda menunda karena benar-benar sedang sakit atau
kelelahan, belum memiliki informasi yang cukup dan sebagainya. Penundaan
semacam ini bisa diterima, karena kalau kita memaksa untuk melakukannya
sekarang, mungkin hasilnya akan kurang baik.
2. Yang kedua adalah
penundaan disfungsional, yaitu penundaan tanpa alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan, misalnya karena malas, kurang mood dan lain-lain. Jenis penundaan ini sangat merugikan karena bisa menyebabkan kita
kehilangan peluang atau kesempatan.
3. Jenis yang ketiga adalah penundaan jangka pendek, misalnya Anda punya
target waktu satu hari tapi tidak segera memulainya sehingga pekerjaan menjadi
molor atau tertunda. Yang dimaksud jangka pendek bisa selama beberapa jam atau beberapa
hari tergantung target harinya. Misalnya Anda mempunyai jadwal pertemuan dengan
seseorang dan harus berangkat jam 7 malam, tetapi sampai jam 6.45 Anda masih
belum bersiap-siap.
4. Berikutnya adalah penundaan jangka panjang, misalnya Anda ingin berwisata
ke Bali, ingin punya bisnis sendiri, ingin menyekolahkan anak Anda ke luar
negeri, ingin menulis buku dan sebagainya. Anda punya keinginan di masa yang
akan datang atau suatu rencana penting yang tidak mendesak, namun Anda tak
pernah melakukan langkah awal yang diperlukan.
5.
Jenis penundaan yang
terakhir adalah penundaan kronis atau bisa juga disebut penundaan disfungsional
kronis. Ini adalah sikap menunda-nunda yang sudah menjadi kebiasaan sehingga
susah dihentikan dan sangat merugikan Anda sendiri. Ia bagaikan pencuri, karena
telah mencuri waktu Anda dan merampok kepuasan yang mestinya Anda bisa peroleh.
Inilah
jenis penundaan yang paling berbahaya.
Orang
yang suka menunda biasanya selalu punya jawaban atau alasan penundaannya
misalnya : “Saya akan melakukannya besok”, “Nanti saja”, “Lain kali saja ya”,
“Saya sibuk sekali hari ini” atau “Nanti kalau saya punya cukup waktu” dan
sebagainya.
1. Stres
Saat seseorang stres, kuatir, cemas atau gelisah maka
sangatlah susah untuk bisa bekerja dengan produktif. Dalam situasi tersebut
menunda sering kali menjadi salah satu pilihan yang sering diambil.
2. Terjebak dalam tumpukan tugas dan jadwal
Terkadang dalam satu waktu Anda mungkin memiliki tugas
lebih banyak dari waktu yang tersedia sehingga tiba-tiba saja Anda merasakan
kekurangan waktu untuk menyelesaikan tumpukan tugas yang makin lama makin
bertambah. Akhirnya Anda merasa terjebak dalam tumpukan jadwal dan tugas yang
seakan tiada akhir.
3. Rasa malas
Terkadang seseorang menunda karena terlalu letih
secara fisik dan emosi. Akibatnya kita mengambil waktu untuk istirahat sejenak.
Dan disinilah jebakannya.
Ketika kita berhenti maka kecenderungan untuk bergerak
lagi menjadi makin berat karena hukum fisika menunjukkan bahwa sebuah benda
yang berhenti cenderung lebih berat bergerak lagi daripada kalau benda tersebut
sudah bergerak walaupun perlahan.
4. Kurangnya motivasi
Kita semua pernah mengalami sedikit rasa malas dan
ogah-ogahan. Hal itu wajar jika dalam kadar sedikit dan tidak sampai membuat
kita menunda-nunda.
5. Kurangnya disiplin
Walaupun motivasi kita tinggi namun seringkali kita
tetap masih harus mengerjakan tugas yang kita kurang sukai namun diperlukan.
6. Buruknya manajemen diri karena kebiasaan buruk.
Apakah Anda pernah terlambat menghadiri rapat karena
bangun kesiangan?
Ini adalah salah satu contoh kebiasaan buruk yang
menandakan jeleknya manajemen diri.
Hal ini bisa mengakibatkan kita menunda pekerjaan
karena waktu yang kacau membuat kita harus mendahulukan pekerjaan yang sudah
didepan mata sehingga akhirnya mengorbankan pekerjaan lain yang sudah kita
rencanakan.
Akibatnya penundaan kecil semacam ini bisa menyebabkan
tertumpuknya suatu tugas. Dan saat tugas-tugas itu jatuh tempo secara bersamaan
maka kita akhirnya merasakan kekurangan waktu.
7. Kurangnya
keterampilan yang dibutuhkan.
Seseorang juga mungkin menunda-nunda karena
ketidakmampuan secara teknis. Kurangnya keterampilan ataupun pengetahuan yang
dibutuhkan membuat seseorang segan dan ragu untuk memulai sesuatu.
8. Perfeksionis
Salah satu sebab penundaan yang cukup sering adalah
ingin perfeksionis yaitu keinginan untuk melakukan segala sesuatu setelah
semuanya sempurna yang akhirnya membuat kita menunda melakukan rencana-rencana
kita untuk menunggu ‘waktu yang tepat’.
Memang sudah menjadi kebiasaan umum bagi manusia (khususnya di Indonesia) untuk menunda-nunda pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan saat itu juga. Apa nasehat Alkitab terhadap hal ini? Bacaan Kitab Suci kita hari ini membahas tentang hal tersebut dan kita akan belajar tentang hal tersebut.
Kitab
Amsal adalah kitab yang penuh dengan hikmat. Bukan sekedar hikmat duniawi tetapi di dalamnya terkandung hikmat
surgawi. Penulis Amsal ini menggambarkan dirinya yang melalui ladang seorang
pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi (ay. 30). Dalam ayat
selanjutnya, penulis Amsal melihat bahwa baik ladang seoran pemalas dan kebun
anggur orang yang tak berakal budi sama-sama ditumbuhi onak, tanahnya tertutup
jeruju dan temboknya roboh (ay. 31). Dengan kata lain, menurut penulis Amsal
ini, seseorang yang malas itu sama dengan orang yang tak berakal budi.
Apa pelajaran yang kita bisa
tarik dari hal ini? Penulis Amsal mengingatkan bahwa walaupun orang memang
memiliki sifat malas dalam dirinya, tetapi ada perbedaan yang nyata antara
orang yang sedang malas dan seseorang yang memiliki sifat pemalas. Orang bisa
saja malas dalam suatu waktu atau keadaan tertentu, tetapi seorang pemalas akan
selalu memiliki sifat malas tersebut dalam segala hal. Ciri utama seorang pemalas
adalah suka menunda-nunda pekerjaan. Lihat saja gambaran dalam ayat
selanjutnya: Seorang pemalas akan tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi,
melipat tangan sebentar lagi dan tinggal berbaring (ay. 33). Ingat bahwa
pemalas tersebut sebenarnya memiliki ladang yang harus ia kerjakan. Akan tetapi
ia lebih suka tidur, mengantuk, dan berbaring daripada mengerjakan ladangnya.
Ini adalah sikap menunda-nunda dari seorang pemalas.
Dampaknya sungguh luar biasa.
Seorang pemalas yang suka menunda-nunda akan menuai buah dari kemalasannya itu,
yaitu ia akan miskin dan kekurangan (ay. 34). Hal ini logis karena ia tidak mau
melakukan apa yang menjadi bagiannya saat itu. Ia lebih memilih untuk tidur dan
bersantai daripada melakukan pekerjaannya di ladang. Ia menunda-nunda apa yang
sebenarnya dapat ia kerjakan.
Ini adalah pelajaran yang sungguh
dalam maknanya bagi kita. Firman Tuhan pun mengatakan agar apapun yang dijumpai
tangan kita untuk kita kerjakan, kita harus mengerjakannya dengan sekuat tenaga
selagi masih ada kesempatan (Pkh 9:10). Ayat lain pun mengatakan bahwa apapun
yang kita lakukan harus kita lakukan seperti untuk Tuhan (Kol 3:23). Jika kita
memiliki pandangan seperti itu, tentu kita tidak akan pernah menunda-nunda
pekerjaan bukan? Di sisi yang lain, dalam urusan dengan Tuhan (termasuk
pelayanan dan hal-hal rohani lainnya), jangan biasakan diri kita untuk
menunda-nunda, karena apa yang kita tabur akan kita tuai. Ketika kita
menunda-nunda urusan kita dengan Tuhan, maka jangan salahkan Tuhan ketika Ia
pun menunda-nunda menjawab kita. Belajarlah dari seorang pemalas, tetapi
jangan tiru kemalasannya (ay. 32).
terimakasih luar biasa
ReplyDelete