Iman Yang Tiada
Mustahil (Markus 5:21 -43)
Setelah memulihkan orang Gerasa tadi, Yesus kembali
menyeberang danau. Ternyata Dia telah ditunggu oleh orang banyak yang datang
berbondong-bondong. Baru saja Yesus turun dari perahu, tiba-tiba datanglah
seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ia tersungkur di depan kaki
Yesus, dan memohon dengan sangat kepada-Nya: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan
letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” (Mr 5:23 ).
Seorang kepala rumah ibadat
tersungkur di kaki Yesus. Di masa itu kepala rumah ibadat adalah sebuah posisi
yang terhormat dalam komunitas Yahudi, karena status rumah ibadat yang hampir
sama dengan gereja di masa kini. Akan tetapi, Yairus tidak mempedulikan status
sosialnya. Baginya yang lebih utama adalah keselamatan anak perempuannya. Dia
tahu betul, hanya Yesuslah yang sanggup menolong dia, karena itu tanpa
mempedulikan orang banyak dan cibiran ahli-ahli Taurat, ia tersungkur dan
memohon kepada Yesus. Yesus yang melihat kesungguhan hatinya, langsung
mengikuti dia, bergegas ke rumahnya.
Perjalanan ke rumah Yairus,
yang mungkin tidak terlalu jauh itu, ternyata adalah perjalanan yang sulit
dilakukan juga. Itu karena orang-orang yang mau bertemu Yesus begitu banyaknya,
dan mereka begitu berdesak-desakan sehingga menyulitkan langkah kaki Yesus.
Akan tetapi, di tengah-tengah orang banyak itu ada seorang perempuan yang
berbeda. Perempuan ini telah menderita penyakit pendarahan selama 12 tahun. Ia
telah menghabiskan seluruh hartanya untuk pengobatan. Ia telah mendatangi semua
tabib di tanah Yudea, tetapi penyakitnya tidak sembuh, malah bertambah parah.
Perempuan ini, bergabung dengan orang banyak yang berdesak-desakan di sekitar
Yesus, karena ia ingin mendapat kesembuhan.
Tapi, tunggu dulu.
Orang-orang yang berdesak-desakan di sekitar Yesus begitu banyak. Lalu,
bukankah penyakitnya adalah penyakit najis? Dalam Imamat 5:1-12, tertulis
ketetapan hukum Taurat mengenai penyakitnya. Penyakit yang dideritanya membuat
dia tidak boleh bergaul dengan orang biasa, dan karena penyakit itu suaminya
berhak menceraikan dia. Itu karena setiap orang yang bersentuhan dengannya akan
menjadi najis. Sekarang, ia harus melewati begitu banyak orang untuk sampai
kepada Yesus. Bagaimana caranya ia bisa sampai kepada Yesus tanpa harus
menyentuh dan menajiskan mereka? Bila ia nekat melakukannya dan ketahuan, ia
akan dihukum mati. Apa yang harus dia lakukan? Apalagi belum tentu Yesus mau
menemui orang najis seperti dia. Akan tetapi, perempuan ini memiliki iman yang
luar biasa. Dia tahu bahwa dia sulit membuat Yesus menoleh kepadanya untuk
mendengarkan keluhannya dan menyembuhkan dia. Namun baginya itu tidak perlu.
Bukankah Yesus adalah Anak Allah yang Maha kuasa? Ia berketetapan di hatinya, “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan
sembuh.” (Mr 5:28 )
Ia lalu berusaha keras untuk
menyentuh ujung jubah Yesus, dan, berhasil! Ajaib! Dia merasakan sesuatu
terjadi dalam tubuhnya. Penyakitnya telah sembuh! Akan tetapi, Yesus tiba-tiba
menghentikan langkahnya. Dan perempuan ini mematung. Yesus berpaling di tengah
orang banyak dan bertanya: “Siapa yang
menjamah jubah-Ku?”. Simon Petrus dan murid-murid yang mengiringinya
menjawab sambil tersenyum, “Engkau
melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan dekat-Mu, dan Engkau
bertanya: Siapa yang menjamah Aku?”. Perempuan itu mulai lega, tetapi,
Yesus tidak beranjak. Yesus berhenti melangkah karena Ia mengetahui bahwa ada
tenaga yang keluar dari diri-Nya, dan Ia memandang sekeliling untuk melihat
orang yang melakukan tindakan iman yang begitu berani itu. Perempuan ini pun
dengan ketakutan maju ke depan dan tersungkur di depan Yesus dengan hati yang
pasrah. Ia mungkin berpikir bahwa ia akan dihukum karena kelancangannya, karena
itu ia dengan tulus memberitahukan apa yang telah terjadi. Akan tetapi, apakah
jawab Yesus? “Hai anak-Ku, imanmu telah
menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
(Mr 5:34b)
Saudara-saudari yang
terkasih! Iman yang tiada mustahil! Inilah yang diperagakan oleh perempuan yang
menderita penyakit pendarahan dalam firman ini. Ia menantang dengan berani,
kemungkinan dihukum mati karena mengumbar kenajisannya, dan menantang iman
mutlak akan kuasa Yesus. Seringkali Anda dan saya mengalami kebuntuan seperti
usaha perempuan ini untuk memperoleh kesembuhan. Semua cara sudah dipakai
tetapi tidak mendapat hasil. Hanya ada satu cara yang tersisa, tetapi dengan
logika manusiawi itu sepertinya adalah cara yang mustahil dan tidak biasa: iman
kepada Yesus Kristus. Seringkali kita berhenti pada pikiran logis bahwa itu
tidak mungkin. Akan tetapi, iman bukanlah suatu teori. Iman belum bisa disebut
iman sampai ditantang secara nyata. Perempuan dalam perikop ini telah
memperagakannya dan memperoleh bukan saja kesembuhan, tetapi juga keselamatan
jiwanya.
Saya juga mau memiliki iman
yang nyata, yang tiada mustahil ini. Bagaimana dengan Anda? Caranya adalah
dengan percaya secara mutlak akan kuasa Yesus, dan melangkahkan kaki dengan
berani. Tutup mata dan telinga terhadap pandangan dan suara orang banyak serta
bisikan iblis yang menakut-nakuti, dan melangkah dengan berani. Untuk mengemban
karya penyelamatan manusia di zaman yang terakhir ini, iman seperti ini mutlak
bagi kita. Oleh karena itu, sungguh tidak ada jalan lain, selain menantangnya.
Mari!
Kisah tentang iman belum selesai. Ketika Yesus masih
berbicara dengan perempuan tadi, datanglah beberapa orang dari rumah Yairus.
Mereka membisikkan kepada Yairus sebuah berita sedih, “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?”
(Mr 5:35b).
Betapa hancurnya hati Yairus
mendengar berita itu. Ia sudah bergegas menemui Yesus, dan berusaha
selekas-lekasnya tiba di rumah demi anaknya. Sambil melangkah ia terus berdoa
agar anaknya bertahan sampai mereka tiba, tetapi kini semuanya sudah selesai.
Untuk apa lagi buru-buru pulang bersama Yesus jika anak yang mau disembuhkan
sudah mati? Apa lagi yang bisa dilakukan sekarang? Mungkin seperti itulah
keputusasaan yang menyergap Yairus dan menguasai hatinya. Akan tetapi, Yesus
juga mendengar kabar itu. Dan, apa reaksinya? Mari lihat ayat 36. Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan
mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!”.
“Jangan takut, percaya
saja!”, kata Yesus kepada Yairus yang putus asa. Sungguh suatu kalimat yang
berlawanan dengan kenyataan. Yairus dikuasai keputusasaan karena anaknya sudah
mati. Di benaknya mungkin ia berpikir, “sekalipun Yesus penuh kuasa, tetapi apa
yang bisa Ia lakukan untuk anak perempuanku yang sudah mati?”. Yesus bukannya
tidak mengetahui apa yang Yairus rasakan dan pikirkan, tetapi Yesus juga tahu
persis apa yang Yairus perlukan. Yang dia perlukan adalah iman yang hidup
tentang kebangkitan, iman yang melampaui kematian. Karena itulah Yesus berkata
dengan tegas, “Jangan takut, percaya saja!”.
Lalu Yesus melarang orang
banyak untuk ikut serta. Bahkan di antara para murid pun hanya tiga murid utama
yang dibawanya ke kediaman Yairus. Itu karena karya Allah hanya bisa melibatkan
mereka yang memiliki iman saja, dan dalam karya Allah tidak ada yang namanya
penonton atau penggembira. Sesampainya di rumah Yairus, segenap keluarganya
sudah berkumpul dan meratapi kematian anak perempuannya. Suara ratapan mereka
begitu ribut dan menyesakkan hati. Yesus menegur mereka untuk diam, tetapi
justru Yesus-lah yang mereka tertawakan. Oleh karena itu, Ia lalu menyuruh mereka
semua keluar, dan hanya orang tua anak itu dan mereka yang bersama Yesus yang
boleh ada di ruangan itu. Agar karya Allah yang hidup terjadi, suasana
manusiawi harus disingkirkan terlebih dahulu. Semua pandangan dan cara manusia
yang “biasanya” dipakai harus dibuang, dan mengenakan semata-mata iman.
Yesus kemudian memegang
tangan anak itu, dan berkata: “Talita
kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku
berkata kepadamu, bangunlah!” (Mr
5:41 ). Hanya dengan sepatah kata, Yesus membangkitkan anak
perempuan Yairus. Haleluya! Semua yang ada di tempat itu pun takjub melihat hal
itu. Anak perempuan yang telah mati itu bangkit berdiri dan mulai berjalan.
Saudara-saudari yang terkasih! Apakah yang paling
membawa keputusasaan dalam hidup kita? Di depan Yesus, keputusasaan yang besar
karena kematian pun lenyap, hanya dengan sepatah kata. Kalau begitu, apa
lagikah yang bisa membawa keputusasaan ke dalam kehidupan kita? Tidak ada satu
pun. Akan tetapi, hal itu tidak akan menjadi milik kita secara nyata bila kita
belum bertemu dengan Yesus yang berkuasa memberi hidup. Kita harus bertemu
dengan Yesus yang sanggup memberikan jalan keluar dalam keadaan seburuk apapun.
Iman yang nyata dan mutlak akan Yesus inilah kunci kemenangan kita atas maut
sekalipun.
Saya sungguh-sungguh berdoa agar kita semua menyambut
dunia iman yang nyata dan hidup sebagai dunia kita. Bagi saya pribadi, dunia
iman yang nyata dan hidup seperti ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar
lagi. Saya tahu betul di depan dunia yang gelap, yang licik dan penuh tipu daya
setan dan iblis ini, saya hanya akan bisa menang bila saya memiliki dunia iman
yang nyata dan hidup. Saya rindu kita semua menyadari hal ini juga, karena
setiap kita pun telah dipercayakan misi yang besar di zaman terakhir ini.
Sungguh tidak ada jalan lain selain, “jangan takut, percaya saja!”. Sekali
lagi, mari!
Penutup
Setiap jiwa berharga di mata Tuhan. Bahkan seorang
gila yang kerasukan legiun roh jahat pun, demi dia, Yesus datang untuk membawa
keselamatan. Hari ini kita hidup di zaman di mana standar nilai menjadi serba
relatif dan abu-abu. Nilai satu jiwa pun menjadi relatif dan abu-abu. Jiwa
manusia dinilai dari uang yang dihasilkannya, status sosialnya, dari ras atau
etnisnya, dan terlebih-lebih, dari agama atau ideologinya. Firman hari ini
menegaskan kepada kita nilai setiap jiwa adalah sama, tanpa pembedaan sama
sekali. Nilai setiap jiwa adalah darah Yesus yang tercurah di atas salib bagi
kita.
Tuhan memanggil kita untuk
menjadi gembala bagi dunia yang relatif dan serba abu-abu ini. Kita hanya akan
menjadi gembala yang baik, dan rekan sekerja Tuhan, bila kita memiliki hati
yang sama dengan hati Yesus ketika Dia menyeberangi danau Galilea untuk
menyelamatkan seorang bukan Yahudi yang kerasukan roh jahat. Saya berdoa agar
melalui apa yang kita renungkan hari ini, kita semua menanggalkan semua
pemahaman dan konsep kita yang keliru, yang tercemar oleh cara pandang dunia,
dan mengenakan hati dan pikiran Yesus semata-mata.
Selain itu, untuk mengemban
tanggung jawab kita sebagai gembala di dunia yang kacau ini, kita juga
membutuhkan iman yang hidup dan nyata. Iman yang menantang dengan berani di
depan kemustahilan, seperti perempuan yang menderita pendarahan yang menjamah
jubah Yesus, dan iman yang melampaui kematian. Hanya dengan itu, kita bisa
tahan dan meraih kemenangan atas segala tipu daya setan dan iblis.
Kita dipanggil untuk menjadi
gembala dan rekan yang baik bagi Tuhan, dan bukan untuk menjadi pekerja yang
gagal. Di depan kita ada karya-karya perintisan yang akan menjangkau seluruh
Nusantara, dan karya misi dunia, yang akan sampai ke ujung bumi. Itulah bagian
kita. Jangan mau kalah dan putus di tengah jalan, tetapi melangkah maju dan
meraihnya dengan kemenangan yang indah. Itulah doa saya, dan saya percaya, doa
kita semua. Amin.
No comments:
Post a Comment